Pertanyaan
masalah dalam mengekspor kayu?
Ditanyakan oleh: USER6865
30 Dilihat
30 Jawaban
Jawaban (30)
Setiap tahun, Indonesia hanya dapat mengekspor
produk kayu US$ 1,7 miliar, sedangkan Vietnam
mampu mengekspor US$ 4 miliar, dan Malaysia
US$ 2,4 miliar.
UNtuk ekspor produk kayu China, nilainya bisa
mencapai US$ 30 miliar dalam setahun.
Ketua Asosiasi Mebel Kerajinan Indonesia
(AMKRI) Soenoto mengakui, ada beberapa
perbedaan kebijakan yang cukup signifikan
antara pemerintah Indonesia dan China.
Pemerintah China sangat responsif menggenjot
ekspor produk kayunya ke luar negeri.
"Kita jelas kalah dengan China, pemerintah di
sana sangat mendukung baik dari aspek regulasi
maupun pengembangan teknologi. Kemudian
pengembangan dunia usaha produk kayu di
China juga dilindungi oleh pemerintahnya,"
ungkap Soenoto saat dihubungi detikFinance,
Selasa (11/03/2014).
Berbeda dengan China, Indonesia masih berkutat
pada masalah rendahnya kualitas produk kayu
yang dihasilkan. Produk olahan kayu yang
dihasilkan Indonesia rata-rata masih rendah dan
belum bisa bersaing dengan China.
"Di China kualitas hasil produk kayunya sangat
color full. Desain mereka sudah dipoles dengan
teknologi yang mereka miliki. Kita butuh konsep
yang mereka lakukan yaitu no design no
business," imbuhnya.
Padahal menurut Soenoto, kualitas kayu
Indonesia jauh lebih baik bila dibandingkan kayu
asal China. Saat ini kayu yang paling dikenal
dan paling baik di dunia adalah kayu jati grade A
dengan harga rata-rata Rp 10 juta per batang.
Sementara grade B dan C yang jadi bagian para
pengrajin dijual di kisaran Rp 5-7 juta.
"Jika dilihat dari kualitas kayu, kita jauh lebih
unggul dan lebih variatif. Yang membedakan
hanya masalah kebijakan. Bahwa kalau kita ingin
memajukan industri kayu harus butuh seraruh
jumlah kabinet campur tangan masalah ini,"
cetusnya.
produk kayu US$ 1,7 miliar, sedangkan Vietnam
mampu mengekspor US$ 4 miliar, dan Malaysia
US$ 2,4 miliar.
UNtuk ekspor produk kayu China, nilainya bisa
mencapai US$ 30 miliar dalam setahun.
Ketua Asosiasi Mebel Kerajinan Indonesia
(AMKRI) Soenoto mengakui, ada beberapa
perbedaan kebijakan yang cukup signifikan
antara pemerintah Indonesia dan China.
Pemerintah China sangat responsif menggenjot
ekspor produk kayunya ke luar negeri.
"Kita jelas kalah dengan China, pemerintah di
sana sangat mendukung baik dari aspek regulasi
maupun pengembangan teknologi. Kemudian
pengembangan dunia usaha produk kayu di
China juga dilindungi oleh pemerintahnya,"
ungkap Soenoto saat dihubungi detikFinance,
Selasa (11/03/2014).
Berbeda dengan China, Indonesia masih berkutat
pada masalah rendahnya kualitas produk kayu
yang dihasilkan. Produk olahan kayu yang
dihasilkan Indonesia rata-rata masih rendah dan
belum bisa bersaing dengan China.
"Di China kualitas hasil produk kayunya sangat
color full. Desain mereka sudah dipoles dengan
teknologi yang mereka miliki. Kita butuh konsep
yang mereka lakukan yaitu no design no
business," imbuhnya.
Padahal menurut Soenoto, kualitas kayu
Indonesia jauh lebih baik bila dibandingkan kayu
asal China. Saat ini kayu yang paling dikenal
dan paling baik di dunia adalah kayu jati grade A
dengan harga rata-rata Rp 10 juta per batang.
Sementara grade B dan C yang jadi bagian para
pengrajin dijual di kisaran Rp 5-7 juta.
"Jika dilihat dari kualitas kayu, kita jauh lebih
unggul dan lebih variatif. Yang membedakan
hanya masalah kebijakan. Bahwa kalau kita ingin
memajukan industri kayu harus butuh seraruh
jumlah kabinet campur tangan masalah ini,"
cetusnya.